Ogut Benjut Kopidangdut « kopidangdut.org

class='snap_preview'>

“Sama halnya dengan alat-alat yang tidak berjiwa, tetapi yang berbunyi, seperti seruling dan kecapi – bagaimanakah orang dapat mengetahui lagu apakah yang dimainkan, kalau keduanya tidak mengeluarkan bunyi yang berbeda?” â€" Korintus 14

Baru tahu ogut kalau kelenteng itu namanya sampookong (*), bukan sibokong. Ogut pikir- malah dalam keadaan ragu-ragu- disebut kelenteng kopingho, sebagai tempat bersandarnya Bung Cheng Hoo si laksamana gagah perwira yang mirip Jet Lee dan sedikit semburat mata Andy Lau. Haiyahhh….

Rupanya mengingat hal dengan serba tanggung malah membahayakan kawan maupun lawan. Untung saja kelenteng kopingho tidak ada. Cilaka tigabelas bila ternyata tukang becak yang ogut tumpangi mengantarkan dengan sungguh-sungguh ke kelenteng kopingho dan ogut mencari-cari patung Bung Cheng Hoo hingga bego, melongo dan menjadi koplo.

Untungnya lagi ini cuma seputaran Semarang, yang andaipun ogut kehabisan ongkos bisa koprol berpuluh-puluh kali untuk kembali ke hotel. Toh simpang lima ogut gak mungkin salah sasaran, kecuali tiba-tiba kepincut sama mbakyu yang ayu-ayu di situ, menjual teh celup, teh poci dan susu segar. Maknyussss!

Apalagi ogut bukan sedang bertamasya di belantara Brazilia, di kota Rio deJaneiro. Bisa-bisa ogut minta diantar tukang ojek, dalam keadaan jalanan yang becek ke patung terbesar around the world, patung sang Lesus (**)! Karena ternyata yang ada adalah patung Yesus Kristus, bukan pelawak Almarhum itu yang sudah leyeh-leyeh di alam merkayangan sana.

Jadi sodara-sodara, jangan sampai ingatan sodara serba tanggung. Pokoknya yang tanggung-tanggung itu berbahaya, tidak enak dan makin penasaran. Sungguh!

Pulang dari kelenteng, seharusnya ogut langsung pergi beli lumpia, titipan temen sekantor yang gak rela rekan sejawat bisa plesiran ke tanah Jawa. Mau dibilang apa terserah, tapi karena badan pegel-pegel, maka lebih pas rasanya langsung ke hotel, selonjoran dan menikmati udara dingin dalam kamar. Uahhhh…

Di resepsionis, ogut minta kunci yang dititipkan tadi pagi.

“Selamat siang, Pak..ada yang bisa dibantu?” Lagi-lagi perempuan ayu yang menyapa.

“ Sugeng Agung Tirtayasa..saya daftar pakai nama Sugung..kamar berapa ya mbak?”

“Maaf, itu siapa ya? Saya cek dulu..”

“Lho, itu saya…”

“Oh maaf”. Mbak yang kenes itu memeriksa daftar nama di komputer.

“Maaf Pak Sugung, ini kunci bapak..kamar tiga kosong dua” Lalu menambahkan: “ Selamat istrirahat bapak”.. CRINGGG!

Lho, kok dia mengedipkan mata sebelah. Ada apa ini? Piye iki? Aya naon Jang? Kumaha Force One? Ihsuzu Tante? Suziku Ternoda..?

Dengan pikiran yang tidak-tidak ogut segera ke kamar. Sesuai rencana ogut pun tidur. Zzzzz…

Belum berapa lama, entah berapa lama, hape berdering. DERIIIING.. Jujur, ogut sebel banget. Lha, baru saja merebah dan menyandarkan hati disuruh melangkah ke meja tempat hape di-charge.

“Halllo..”

“Yah…kapan pulang?” Nah, lho. Istri ogut ngabsen. Takut kalau-kalau ogut ngilang atau kabur dari jangkauan. Bisa berabe’, karena istri ogut susah banget mendapatkan ogut yang keren dan baik hati dan setia ini.

“Minggu depan, Hanih…tapi tergantung juga sih..kalau bos-bos minta pulang cepat, ya nanti malam pun bisa langsung ke Ahmad Yani..”

“Ciprut kangen tuh..nyari ayah katanya. Dia bilang gini: Males Bun..aku nggak diajak ayah.. PAYAH!”

Duh…anak siapa itu ya, ngomong bapaknya sendiri payah. Mesti bapaknya gak beres!

“Iya sabar aja..Ayah sedang melakukan tugas negara. Jauh lebih penting daripada gossip Krisna Mukti, lebih penting daripada menjadikan Sukawi tersangka, lebih penting dari menyelidiki proyek Namru, lebih penting daripada mengarang 86 teori tentang BBM, lebih penting dari Piala Thomas dan Uber, lebih penting dari Piala Eropa, dan jauh lebih penting dari olimpiade..pokoknya ini jauh lebih penting. Ini namanya PENTIT BANGENG, bun..dan yang perlu Ibun pahami rinduku selalu padamu..”

“TUTTTTT..”

Aih, rupanya tilpunnya sudah ditutup. Istri ogut emang hebat! Efisien dan hemat. Bila bicara terlalu lama, tilpun bisa tiba-tiba mati. Selain karena tidak percaya tarif murah dari operator yang gombal bin kamuflase, memang dari sononya soal anggaran TLA, istri ogut paling jagonya ngirit. Masak gak tau TLA sih? Itu lho: Tilpun, Listrik dan Air …

Lalu ogut selekasnya meneruskan agenda yang tertunda. Tidur lagi… Upss, ogut melirik jendela, ternyata senja telah menyepuh mega. Maghrib. Kata bokap ogut, kalau tidur pas maghrib bisa bikin edan, gila, senewen dan sinting! Tobat deh..mending tidurnya ditunda. Segera ogut mencari air wudhu.

***

“Awas lho, ntar malem lu kudu Tahajjud. Ibu yang tadi lu tanya-tanya sampe nangis dan jatuh pingsan itu terkenal main dukun..!” Karib ogut mengingatkan.

“Gak takut!”

“Eh, jangan main-main Gung-sigung..ini kota dukun, kota paranormal. Ada bos edy, ada jeng asih (***), ada mbah buwek, ada om timbil..semuanya jago nyantet!.. Rasain lu..Ini Pati bung..Kota kacang garuda, kota dua kelinci..ini kacangku, mana atom-mu?”

Ini karib apa musuh sih, kok ya malah nakut-nakutin seorang Sugeng Sugung Tirtayasa Bin Singomenggolo Ponorogo. Seorang Sugung takkan gentar. Mau bos, mau jeng, mau mbah, mau om, mau SBY, mau JK, mau Bush, mau Horta, ogut kagak takut…!

“Makanya kalau wawancara gosok gigi dulu, terus malemnya jangan makan petai..cukup nasi gandul atau soto kemiri aja…yah, ikan manyung (****) boleh lah..jadi yang diwawancarai gak susah payah mencari fresh air…”

Lho, nih anak makin menjadi-jadi.. menyalahkan sistem sirkulasi udara dalam tubuh lagi!

“Biarin..! Ogut gak percaya sama begituan… Ogut lebih percaya sama Rudy. Bukankah Rudy pernah bilang: Percayalah apa yang dikatakan Rudy..” (*****)

“Ah, dasar lu, Gung-geng bau sigung..ngiklan mulu..ane’ gak tanggung jawab kalo lu ntar malem tidur berbusa.”

“Ya gak papa, dari pada tidur beralas tiker…”

“Bukan! maksudnya dari mulut lu keluar busa..gitu ganti!”

“Itu mah iler kaleeee..” jawab ogut sekenanya.

Tapi jujur, ogut sempat kepikiran juga..dengan beban kerja yang berjubel, dan batas waktu yang nggilani, ogut gak sabaran mewawancarai beberapa orang yang ogut curigai. Maling itu tetap maling, sodara-sodara. Apa pun itu, kudu diberantas! Kudu dikasih pelajaran. Itu namanya kuman kehidupan.

“Itu namanya memberi pelajaran kepada kuman, nDul!”, kata ogut membela diri.

“Pelajaran kumon kaleee…HAHAHAHA”

Sialan, si Bedul malah balas omongan ogut.

***

Cahaya kota menerawang. Menembus batas kelam. Semarang yang bermandi sinar. Simpang lima yang menambal kesuraman, berpendar menyemangati anak putu Mbah Pandanaran. Senja berganti malam. Hujan merintik. Bau tanah semerbak, memberi sejumput kenangan yang semoga saja tak terlupa.

Ogut makan malam di sekitar simpang lima. Ada yang tersembunyi dari tahu gimbal. Bukan ada Rudd Gullit dibalik renyahnya. Bukan karena Bob Marley di dalam bumbu kacangnya. Tapi ada sesuatu yang tersembunyi. Kesederhanaan indra pengecap yang dimanjakan dengan rasa yang pas dan khas. Pas bumbunya, pas pedasnya, pas kriuknya dan yang terpenting pas harganya.

Ogut gak mau capek-capek cari makan di luaran yang belum tentu enak. Ogut cukup melenggang beberapa langkah tanpa lelah untuk sepiring tahu gimbal dan sebotol teh botol.

“Berapa Bude’..?”

“Ceban saja, Mas…sepuluh ribu.”

Lalu ogut bayar dan tetap duduk di hamparan tikar di trotoar. Masih kenyang, masih letih. Memanjakan bokong yang pagi tadi sudah puas menghampiri kelenteng Sampokong.

Ogut nyalakan djiesamsoe, dan melepaskan asap bergulung-gulung dengan penuh syahdu..

“PYUUUUH….”

 

 

Semarang, 11 Mei 2008 – 18:33 WIB

Keterangan:

*) Kelenteng Gedung Batu atau lebih dikenal dengan Sam Poo Kong awalnya adalah mushola hingga saat ini tidak dapat dilepaskan dari sosok Laksmana Cheng Hoo yang hidup pada zaman kaisar ketiga dinasti Ming, yaitu Zhu De. Menurut cerita, Laksmana sedang mengadakan pelayaran menyusuri pantai laut Jawa dan sampai pada teluk dan kemudian menyusuri sungai yang sampai sekarang dikenal dengan Sungai Kaligarang. Beliau mendarat di sebuah desa bernama Simongan. Di tempat ini kemudian didirikan sebuah tempat peribadatan, yang dikenal sebagai Sam Poo Kong. Bukan saja etnis Tionghoa, tetapi juga muslim sering mengunjungi tempat ini.

(**) Lesus. Sudah almarhum. Adik Topan, pelawak yang sempat jaya dalam jaman keemasan ketoprak humor di RCTI, yang digawangi oleh Timbul. Berakar dari grup Srimulat. Semasa hidup, selain melawak Lesus menjadi pengusaha beras di Pasar Induk Cipinang. Lesus maupun Topan merupakan nama jenis angin yang besar dan dahsyat. Ada sejak jaman dulu kala, sebelum muncul badai Katrina dan Bung AlGore berkoar-koar masalah Global Warming.

(***) Bos Edy, Jeng Asih adalah paranormal terkenal yang berasal dari kota Pati. Selain sebagai sentra industri kacang (dua kelinci dan kacang garuda, kota Pati terkenal sebagai Kota Paranormal.

(****) Nasi gandul, soto kemiri, ikan manyung adalah serombongan makanan khas warga Pati.

(*****) “Percayalah apa yang dikatakan Rudy”, merupakan salah satu dialog andalan pada ending spot iklan televisi di akhir tahun 90-an. Mempromosikan hair tonic keluaran Rudy Hadisuwarno, panata rambut terkenal saat itu.

Keterangan spesial:

Ogut: kata pengganti orang pertama tunggal. Bahasa prokem yang sama artinya dengan aku, ingsun, abdi, saya, gua, ane’. Biasa dipakai tahun 80-an. Seorang pelawak terkenal seangkatan Jojon, Cahyono dalam grup Jayakarta pun menggunakan nama ini. Ogut.

“Ogut lu tabrak, ya benjut!” adalah kelakar yang sering diucapkan kakak saya, Teguh Ikhwanu semasa SD di kota Cirebon. Dilakukan untuk mencemooh teman-temannya yang bergaya kota metropolis. Juga terkadang diubah menjadi: “Gua lu tabrak, ya benjut…”

Permainan ambiguitas kata Gua sebagai saya atau Gua yang diartikan sebagai lorong batu yang terjadi karena proses alam atau gua buatan manusia

 

 

 

 

 

Previous
Next Post »